Dalam perkembangan dramatis dalam 24 jam terakhir, Amerika Serikat resmi terlibat langsung dalam konflik antara Israel vs Iran. Sabtu malam waktu setempat, pesawat pembom siluman B-2 Spirit milik AS dan kapal selam menyerang tiga fasilitas nuklir penting milik Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan.
Serangan ini menjadi aksi militer langsung pertama AS terhadap Iran sejak Israel menggempur wilayah negara tersebut pada 13 Juni lalu. Serangan awal Israel diketahui menewaskan beberapa tokoh militer dan ilmuwan nuklir penting Iran.
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi serangan tersebut melalui platform Truth Social, menyebutnya sebagai “serangan yang sangat sukses” dan menyatakan “SAATNYA UNTUK DAMAI!”.
Dunia Bereaksi, Hormuz Terancam Ditutup
Pasca serangan AS, berbagai reaksi keras muncul dari seluruh dunia. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyambut baik langkah Trump dan menyebutnya sebagai keputusan berani. Di sisi lain, Iran menyebut tindakan itu sebagai “keterlaluan” dan berjanji akan memberikan “konsekuensi abadi”.
Sebagai bentuk respons, parlemen Iran memberikan suara untuk menutup Selat Hormuz, jalur transit penting bagi sekitar 20% pasokan minyak dunia. Meskipun keputusan final berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran, wacana penutupan selat ini sudah cukup membuat harga minyak melonjak lebih dari 2% pada Minggu malam.
Harga minyak mentah Brent naik mendekati USD 80 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) hampir mencapai USD 75. Para analis memperkirakan harga bisa menyentuh USD 100 jika Selat Hormuz benar-benar ditutup dan pasukan Barat turun tangan.
Dunia Menunggu Respons Iran
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan negaranya akan menggunakan “semua opsi” dalam merespons serangan tersebut.
“Apa yang terjadi pagi ini adalah keterlaluan dan akan memiliki konsekuensi abadi,” ujarnya melalui platform X.
Iran juga memastikan bahwa program pengayaan uranium akan terus berjalan, dan menolak intervensi dari pihak luar. “Tidak ada yang bisa memberitahu kami harus berbuat apa,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht Ravanchi.
PBB dan Badan Atom Dunia Ambil Sikap
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi bahwa ketiga lokasi nuklir tersebut memang terkena serangan. Meski begitu, IAEA menyebutkan tidak ada peningkatan radiasi di luar lokasi fasilitas. Direktur Jenderal Rafael Grossi dilaporkan akan memanggil rapat darurat Dewan Gubernur IAEA.
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) juga menggelar pertemuan darurat. Dalam sidang tersebut, Rusia, China, dan Pakistan mengajukan resolusi gencatan senjata segera dan tanpa syarat di Timur Tengah. China mengutuk keras serangan AS terhadap Iran dan fasilitas nuklir yang diawasi oleh IAEA.
Ketegangan Politik dan Ekonomi Global
Di tengah ketegangan ini, para pejabat AS seperti Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth menyatakan bahwa serangan ini bukan untuk menggulingkan rezim Iran. Namun, Presiden Trump menyiratkan sebaliknya melalui unggahannya, menyinggung kemungkinan “pergantian rezim” jika pemerintahan Iran gagal “membuat Iran hebat kembali”.
Situasi ini menambah tekanan pada pasar global. Ekonom senior Shane Oliver menyebutkan bahwa pasar akan stabil jika Iran hanya memberi respons simbolis dan menyerah seperti dalam Perang Teluk sebelumnya. Namun, jika Iran membalas dengan menyerang pangkalan AS, ketegangan dipastikan akan meningkat.
Vandana Hari dari Vanda Insights menilai risiko penutupan Selat Hormuz tetap kecil, mengingat potensi dampak negatif yang besar terhadap ekonomi Iran sendiri dan hubungan dengan negara-negara pelanggan minyaknya, termasuk China.
Keterlibatan langsung AS dalam konflik Israel-Iran membawa dinamika baru dalam geopolitik global. Dunia kini menanti langkah Iran berikutnya, sementara para pemimpin dunia menyerukan deeskalasi untuk menghindari krisis yang lebih luas. Satu hal yang pasti, dunia sedang berdiri di ujung jurang ketidakpastian yang berbahaya. (***)




Leave a Reply