Ketegangan antara Thailand dan Kamboja terus meningkat seiring eskalasi konflik perbatasan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Puncaknya, insiden kontak senjata pada akhir Mei lalu menewaskan seorang tentara Kamboja dan memicu reaksi keras dari kedua negara.
Kondisi ini menyebabkan kedua negara menerapkan kebijakan saling membatasi, termasuk penghentian sementara pasokan bahan bakar dan gas dari Thailand ke Kamboja. Dampaknya pun terasa luas, khususnya di wilayah perbatasan yang menjadi titik rawan konflik.
Pada Senin (23/6), pemerintah Thailand mengambil langkah ekstrem dengan menutup seluruh akses lintas batas di provinsi-propinsi yang berbatasan langsung dengan Kamboja. Pelarangan ini tidak hanya berlaku bagi kendaraan dan barang, tetapi juga menyasar wisatawan dan pelaku bisnis.
Meski demikian, pemerintah Thailand memberikan pengecualian bagi sejumlah kategori, termasuk pasien medis, mahasiswa, serta mereka yang memiliki kepentingan mendesak lainnya.
“Sesuai dengan keadaan keamanan terkini, terutama terkait konflik di area perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang terus intensif secara politis, diplomatis dan militer,” demikian pernyataan resmi militer Thailand yang dikutip dari Reuters pada Selasa (24/6).
Sengketa Lama yang Belum Usai
Sengketa perbatasan antara kedua negara Asia Tenggara ini mencakup wilayah sepanjang sekitar 800 kilometer. Garis perbatasan tersebut awalnya ditetapkan oleh otoritas kolonial Prancis semasa mereka menguasai Indochina.
Menurut laporan AFP, kekerasan di perbatasan Thailand-Kamboja sebenarnya telah terjadi sejak 2008. Sejak saat itu, tercatat sedikitnya 28 orang tewas dalam berbagai insiden. Meski sempat mereda, konflik ini kembali memanas dalam beberapa pekan terakhir setelah terjadi bentrokan bersenjata antara militer kedua negara.
Diplomasi Mandek, Ekonomi Terkapar
Upaya pembicaraan damai yang sempat dilakukan kedua negara kini menemui jalan buntu. Kamboja bukan hanya menghentikan pasokan gas dan BBM dari Thailand, tetapi juga mulai menyetop impor buah dan sayuran asal negeri gajah putih itu.
Ketegangan ini turut berdampak pada situasi politik dalam negeri Thailand. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mendapat tekanan untuk mundur dari jabatannya setelah rekaman pembicaraannya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik.
Dalam rekaman tersebut, Paetongtarn diduga menyampaikan pernyataan yang menenangkan pihak Kamboja dan dianggap merendahkan kekuatan militer Thailand sendiri. Isu ini pun menjadi bola panas di parlemen dan memicu aksi protes dari kelompok nasionalis.
Ketidakpastian Masih Membayangi
Di tengah ketegangan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, aparat di wilayah perbatasan Thailand mengaku belum mengetahui sampai kapan penutupan lintas batas akan diberlakukan. Mereka menyatakan hanya menjalankan perintah dari otoritas pusat, dengan informasi yang sangat terbatas.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda bahwa krisis akan segera mereda. Sebaliknya, situasi di lapangan justru kian mengkhawatirkan, terlebih dengan meningkatnya pengerahan militer di sekitar titik-titik perbatasan krusial.
Analis menilai bahwa penyelesaian konflik antar negara ini membutuhkan pendekatan diplomatik multilateral yang melibatkan negara-negara ASEAN dan organisasi internasional lainnya guna mencegah konflik berskala lebih besar. (***)




Leave a Reply