Kebijakan Pajak 10% untuk 21 Jenis Olahraga di DKI Jakarta Picu Protes Warga

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menjadi sorotan publik setelah resmi menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen terhadap 21 jenis olahraga. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025. Langkah tersebut sontak menuai gelombang protes dari warga, khususnya para pelaku dan penggiat dunia kebugaran.

Kebijakan ini dianggap membebani masyarakat kelas menengah yang menjadikan aktivitas olahraga sebagai bagian dari kebutuhan esensial, terutama di tengah tekanan hidup dan kesibukan kota metropolitan seperti Jakarta.

Penolakan dari Pelatih dan Warga

Salah satu suara penolakan datang dari Ikhsan, seorang personal trainer (PT) di salah satu pusat kebugaran di Jakarta. Ia menilai kebijakan ini tidak berpihak pada rakyat dan justru berpotensi menurunkan motivasi masyarakat untuk hidup sehat.

“Karena pusat kebugaran sudah jadi tempat di mana masyarakat menengah menaikkan level kesehatan dan kebugarannya, demi bertahan hidup dan menjaga kewarasannya di tengah kerasnya kota Jakarta,” ujar Ikhsan, Jumat (4/7/2025).

Ia menambahkan bahwa daripada membebani masyarakat lewat pungutan pajak dari aktivitas positif, pemerintah seharusnya lebih fokus pada efisiensi penggunaan anggaran, terutama yang berkaitan dengan tunjangan pejabat.

“Jangan hanya fokus kepada pajak masyarakat saja, melainkan laksanakan efisiensi anggaran pada tunjangan pejabat lurah, camat, walikota, DPRD, dan aparat negara,” tambahnya.

Jenis Olahraga yang Dikenai Pajak

Adapun 21 jenis olahraga yang kini menjadi objek pajak PBJT berdasarkan keputusan tersebut meliputi:

  • Pilates
  • Yoga
  • Zumba
  • Gym
  • Mini soccer
  • Padel
  • Bowling
  • Tenis
  • Jetski
  • Panahan
  • Berkuda
  • Olahraga elektronik (e-sports)

dan sejumlah aktivitas lainnya yang dikategorikan sebagai olahraga permainan dengan unsur hiburan.

Kebijakan ini merupakan revisi atas Keputusan Kepala Bapenda Nomor 854 Tahun 2024, dengan menambahkan beberapa jenis olahraga baru yang dikategorikan sebagai kegiatan yang memiliki potensi pajak hiburan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Ardianti, mengatakan bahwa kebijakan ini berpotensi kontraproduktif terhadap upaya pemerintah dalam mendorong gaya hidup sehat.

“Ketika pemerintah gencar mempromosikan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), namun di sisi lain membebani aktivitas olahraga dengan pajak, ini jelas kontradiktif,” tegasnya.

Menurut Rina, kebijakan ini juga berisiko mempersempit akses masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah terhadap fasilitas kebugaran, yang selama ini menjadi alternatif penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemprov DKI Jakarta maupun Bapenda terkait alasan detail pengenaan pajak pada 21 jenis olahraga tersebut. Namun dalam penjelasan umum dalam regulasi, pajak ini dikenakan terhadap “barang dan jasa tertentu” yang memiliki nilai hiburan dan rekreasi bagi konsumen.

Sejumlah pusat kebugaran dan pengelola fasilitas olahraga pun mulai melakukan kajian terhadap dampak finansial dari kebijakan ini terhadap operasional mereka. Beberapa di antaranya bahkan mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian harga bagi para member atau pengguna jasa.

Di media sosial, tanda pagar seperti #TolakPajakOlahraga dan #SehatTanpaPajak mulai ramai digunakan. Warga Jakarta dari berbagai kalangan menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan tersebut. Banyak di antara mereka menganggap bahwa olahraga seharusnya dikategorikan sebagai kebutuhan dasar, bukan komoditas hiburan.

Faisal, seorang pekerja kantoran yang rutin mengikuti kelas gym di kawasan Jakarta Selatan, menyayangkan kebijakan ini.

“Saya sudah keluar uang cukup besar tiap bulan buat ke gym. Sekarang harus tambah pajak? Apa pemerintah lupa kalau kita juga sedang berjuang hidup sehat di tengah tekanan hidup kota?” katanya.

Beberapa komunitas olahraga dan asosiasi pengelola fasilitas olahraga juga mulai merumuskan tuntutan agar Pemprov DKI Jakarta meninjau ulang kebijakan ini. Mereka menilai perlu adanya pembagian yang jelas antara olahraga yang bersifat hiburan dan olahraga yang menjadi kebutuhan kesehatan masyarakat.

Ketua Asosiasi Pelaku Industri Kebugaran Jakarta, Dedy Prasetyo, menekankan perlunya dialog terbuka dengan pemerintah daerah.

“Kami tidak anti pajak, tapi harus ada pendekatan yang adil dan proporsional. Pajak 10 persen akan berdampak besar terhadap bisnis dan pada akhirnya ke konsumen. Kami harap ada ruang diskusi dengan pemerintah,” ujarnya.

Kesehatan dan kebugaran masyarakat merupakan investasi jangka panjang yang berdampak pada produktivitas nasional. Saat ini, kebijakan pajak 10% terhadap sejumlah jenis olahraga masih menjadi kontroversi, dan publik menantikan langkah responsif dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menjawab keresahan yang telah mencuat.

Apakah kebijakan ini akan direvisi atau tetap dijalankan, masih menjadi tanda tanya besar di tengah sorotan masyarakat yang terus meningkat. (***)

arya88

arya88

hahacuan

supervegas88

arya88.it.com

anakslot.it.com

hahacuan.it.com

sbobet

judi bola

sbobet

agen bola

bandar bola

slot gacor

situs slot gacor

slot gacor maxwin

slot

situs 888

slot dana

situs slot gacor

supervegas88

duasatuplus.com

soccercleatsportal.com

tribungroup.net

liga1indonesia.com

kopitiam.it.com

roxy21.com

layarbola21.com

layarskor.com

batararayamedia.co.id

daarulilmi.or.id

bacod.or.id

duniakita.or.id

kamipeduli.or.id

katadia.or.id

katamereka.or.id

kitabisa.or.id

kumparan.or.id

ansor.or.id

bantuan.or.id

kabarindo.or.id

kaospolos.or.id

paitohk.or.id

hijrah.or.id

nasdeem.or.id

beritabola.or.id

karakter.or.id

pwijatim.or.id

prediksibola.it.com