Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa tidak ada frasa “sekolah gratis” dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Hal tersebut disampaikannya saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada Rabu (25/6).
Menurut Mu’ti, narasi “pendidikan gratis” lebih merupakan interpretasi media terhadap keputusan MK, bukan redaksi resmi yang tertuang dalam putusan tersebut.
“Sekolah gratis itu kan bahasa media, kalau bahasa keputusan MK itu bunyinya tidak sekolah gratis,” ujar Mu’ti.
MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU Sisdiknas
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5).
Perkara ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga warga negara individu yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Permohonan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025.
Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa negara wajib menjamin pendidikan dasar bagi setiap warga negara, namun tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa pendidikan tersebut harus “gratis” sepenuhnya tanpa syarat.
Pemerintah Akan Bahas Langkah Lanjutan
Merespons putusan MK tersebut, Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pemerintah akan mengadakan pembahasan khusus dalam rapat mendatang untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan keputusan MK. Namun, ia menekankan bahwa pemahaman terhadap putusan tersebut harus utuh dan tepat.
“Dan keputusan di rapat terakhir nanti akan kita bahas secara khusus untuk merespons dan memberikan langkah-langkah yang sesuai dengan keputusan MK itu. Tentu dengan pemahaman yang benar ya, karena di keputusan MK tidak ada kata ‘gratis’,” jelasnya.
Mu’ti menambahkan bahwa konsep “jaminan negara” atas pendidikan dasar tidak serta-merta menghapus kemungkinan adanya biaya operasional yang masih harus ditanggung oleh masyarakat dalam bentuk lain, terutama di luar komponen pokok pembelajaran.
Konteks Putusan MK dan Tanggung Jawab Negara
Putusan MK mempertegas amanat konstitusi bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dasar yang layak dan merata bagi seluruh warga negara. Namun, putusan tersebut juga membuka ruang interpretasi terkait skema pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kemampuan dan prioritas anggaran negara serta daerah.
Dalam praktiknya, banyak sekolah dasar negeri saat ini telah menerapkan kebijakan bebas biaya pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat maupun daerah. Namun, masih ada perbedaan kondisi di sejumlah wilayah, terutama terkait pungutan tambahan untuk kebutuhan penunjang.
Masyarakat Diminta Tidak Salah Persepsi
Menteri Abdul Mu’ti mengingatkan masyarakat agar tidak salah menafsirkan putusan MK sebagai dasar untuk menuntut pendidikan sepenuhnya tanpa biaya dalam segala bentuk. Ia menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah daerah, dalam mewujudkan sistem pendidikan dasar yang berkualitas dan berkelanjutan.
“Jaminan pendidikan dari negara itu tidak berarti semuanya serba gratis. Kita tetap butuh kolaborasi dan tanggung jawab bersama untuk memastikan layanan pendidikan berjalan optimal,” kata Mu’ti.
Dengan adanya putusan MK ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan akan menyusun langkah-langkah lanjutan guna memastikan implementasi pendidikan dasar sesuai amanat konstitusi. Namun, publik diharapkan memahami bahwa istilah “sekolah gratis” bukanlah terminologi resmi dalam putusan hukum, melainkan interpretasi populer yang perlu dijernihkan maknanya. (***)




Leave a Reply