Tim SAR gabungan tengah mempertimbangkan penggunaan helikopter untuk mengevakuasi seorang pendaki asal Brasil, JDSP (27 tahun), yang dilaporkan jatuh ke jurang saat mendaki Gunung Rinjani. Insiden tragis ini terjadi di sekitar Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani, pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (puncak Rinjani), Yarman Wasur, menyampaikan bahwa opsi evakuasi udara muncul dalam rapat evaluasi bersama Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhamad Iqbal.
“Dengan opsi penggunaan helikopter, mempertimbangkan waktu kritis 72 jam ‘Golden Time’ dalam penyelamatan di alam bebas,” kata Yarman, Senin (23/6).
Kepala Kantor Basarnas Mataram, Muhamad Hariyadi, membenarkan kemungkinan evakuasi udara secara teknis memungkinkan, tetapi ada syarat yang harus dipenuhi.
“Paling tidak helikopter harus memiliki hoist untuk air lifting, dan kondisi cuaca yang cepat berubah juga sangat mempengaruhi kelancaran evakuasi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tim tetap siaga dan berkomitmen melanjutkan upaya terbaik demi keselamatan dan kemanusiaan.
Detik-Detik Evakuasi
Proses evakuasi dimulai sejak Sabtu, 21 Juni pukul 14.32 WITA, ketika tim pendahulu tiba di lokasi dan mulai memasang tali penyelamat. Namun, pukul 16.00 WITA, korban dilaporkan semakin terperosok dan tali sepanjang 300 meter belum cukup menjangkau titik keberadaan korban.
Pada pukul 19.38 WITA, peralatan dan logistik berhasil didrop ke lokasi. Satu jam kemudian, tim penyelamat telah turun hingga kedalaman 300 meter namun belum juga menjangkau korban.
“Tim berusaha memanggil korban, tetapi tidak ada sahutan ataupun respons,” ujar Yarman.
Salah satu anggota tim bahkan harus bermalam di tebing dengan teknik flaying camp di kedalaman 200 meter demi melanjutkan pencarian esok harinya.
Pencarian Dilanjutkan
Pencarian dilanjutkan pada Minggu, 22 Juni 2025. Tim mencoba memperpanjang tali dan menggunakan drone thermal untuk mendeteksi keberadaan korban. Namun, pukul 10.00 WIB, informasi visual dari drone menunjukkan korban tidak lagi berada di titik sebelumnya.
Upaya pencarian dihadang tantangan berat berupa kabut tebal dan cuaca basah yang menghambat kinerja drone thermal secara maksimal. Meskipun demikian, tim SAR tetap melanjutkan operasi penyelamatan dengan harapan korban dapat segera ditemukan dalam kondisi selamat.
Opsi Helikopter Dikebut
Melihat situasi yang semakin mendesak dan kondisi medan yang ekstrem, keputusan untuk menggunakan helikopter menjadi salah satu opsi paling realistis saat ini. Pihak TNGR dan Basarnas terus melakukan koordinasi intensif untuk menyiapkan logistik serta menentukan spesifikasi teknis helikopter yang dibutuhkan.
Evakuasi ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan kompleksitas penyelamatan di medan pegunungan yang terjal dan berbahaya. Pemerintah daerah dan seluruh tim SAR diharapkan dapat segera menemukan solusi terbaik demi menyelamatkan nyawa JDSP. (***)




Leave a Reply