Dalam sesi panas Debat Capres yang berlangsung semalam, pernyataan tajam kembali dilontarkan oleh Anies Baswedan saat menanggapi komentar Ganjar Pranowo terkait pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan nada tegas, Anies jawab Ganjar soal Ibu Kota pindah ke IKN: “Jangan tiru Belanda!”
Pernyataan ini langsung menarik perhatian publik dan media. Bukan hanya karena nada bicara Anies yang lantang, tetapi juga karena isi argumennya yang menyentuh soal filosofi pembangunan dan dampaknya bagi masyarakat.
Latar Belakang Perdebatan Pemindahan Ibu Kota
Pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara sudah lama menjadi isu strategis nasional. Pemerintah sebelumnya menyebutnya sebagai langkah besar menuju pemerataan pembangunan. Namun, dalam Debat Capres kali ini, muncul banyak perbedaan pandangan.
Ganjar Pranowo, yang dikenal sebagai pendukung pemindahan, menyebut IKN sebagai simbol masa depan Indonesia.
“Kita butuh kota yang merepresentasikan wajah modern, bukan hanya Jakarta yang sudah terlalu padat,” kata Ganjar.
Namun, Anies menanggapi itu dengan kritis. Ia mempertanyakan motif di balik pembangunan besar-besaran itu, terutama terkait urgensi dan prioritas anggaran.
Anies Baswedan: “Jangan Tiru Belanda!”
“Kita pernah dijajah Belanda selama ratusan tahun. Salah satu warisannya adalah pembangunan yang terpusat dan eksploitatif. Kalau kita tiru cara Belanda membangun kota kolonial, maka kita tidak belajar dari sejarah,” ucap Anies di panggung debat.
Ia menjelaskan, pendekatan yang mengandalkan pemindahan fisik ibu kota tanpa memikirkan kesiapan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat bisa menimbulkan masalah baru. Anies ingin pembangunan IKN tidak hanya jadi simbol, tapi berdampak nyata dan adil.
Respons Ganjar: “Jangan Terjebak Masa Lalu”
Ganjar tak tinggal diam. Ia merespons dengan menekankan pentingnya berpikir ke depan. “Pembangunan IKN bukan meniru kolonialisme. Ini cara kita mewujudkan mimpi baru yang bebas dari beban masa lalu.”
Namun, argumen ini kembali diserang oleh Anies. Ia menyebut pembangunan tidak bisa hanya berdasarkan mimpi. “Kalau mimpi, jangan pakai uang rakyat.”
Pengamat: Debat Semakin Substantif
Pakar politik dari Universitas Indonesia, Dr. Yulinda Rachman, menyatakan bahwa perdebatan ini menunjukkan kedalaman visi para capres. “Kita melihat dua pendekatan yang sangat berbeda: satu visioner dan optimis, satu realistis dan kritis. Keduanya dibutuhkan untuk demokrasi yang sehat,” jelasnya.
Dr. Yulinda menambahkan bahwa pernyataan Anies soal “jangan tiru Belanda” sebetulnya mengingatkan kita akan pentingnya kehati-hatian dalam pembangunan.
Perspektif Ekonomi: Efisiensi atau Pemborosan?
Dari sisi ekonomi, pemindahan ibu kota tentu menyedot anggaran besar. Menurut data Bappenas, proyek IKN menelan biaya lebih dari Rp 466 triliun. Anies mempertanyakan efektivitas pengeluaran tersebut di tengah berbagai krisis nasional.
“Kenapa tidak memperbaiki Jakarta dulu? Kenapa tidak fokus ke desa-desa yang butuh air bersih dan listrik?” ujar Anies dalam debat.
Ganjar menjawab bahwa pembangunan IKN tidak berarti meninggalkan Jakarta. “Jakarta tetap pusat bisnis. IKN akan jadi pusat pemerintahan yang lebih efisien.”
Ibu Kota Nusantara: Simbol atau Solusi?
Pertanyaan besar yang muncul dari debat ini: Apakah Ibu Kota Nusantara hanya simbol atau benar-benar solusi?
Anies menyebut bahwa simbolisme itu berbahaya jika tidak dibarengi substansi. “Kita bisa bangun gedung megah, tapi apakah itu memperbaiki hidup masyarakat di Papua, Kalimantan, atau NTT?”
Ganjar optimis. Ia mengatakan bahwa IKN akan membuka lapangan kerja, mempercepat konektivitas, dan mengurangi beban Jakarta.
Suara Rakyat di Tengah Debat Capres
Tidak sedikit warga yang ikut memberikan pendapat. Di media sosial, banyak yang setuju dengan Anies, menyebut bahwa pembangunan IKN terasa elitis.
Sementara pendukung Ganjar menilai bahwa inilah saatnya Indonesia berpindah ke babak baru.
“Kita butuh pemimpin yang berani ambil langkah besar. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” tulis akun @warganetoptimis di Twitter.
Pakar Tata Kota: “Butuh Kajian Menyeluruh”
Ir. Denny Prasetyo, pakar tata kota dari ITB, menyarankan agar pembangunan IKN tidak dilakukan secara tergesa-gesa. “Jangan sampai kita menyesal 20 tahun ke depan karena salah perencanaan.”
Ia menilai pernyataan Anies soal belajar dari sejarah perlu diperhatikan. “Belanda membangun dengan satu tujuan: eksploitasi. Kita harus bangun dengan tujuan keadilan.”
Kesimpulan: Debat yang Mengedukasi Publik
Pernyataan Anies jawab Ganjar soal Ibu Kota pindah ke IKN: “Jangan tiru Belanda!” menjadi salah satu momen penting dalam Debat Capres kali ini.
Perbedaan pandangan ini membuka ruang diskusi yang lebih luas soal arah pembangunan nasional. Baik Anies maupun Ganjar sama-sama menyajikan argumen kuat yang mengajak publik berpikir lebih kritis.
Sebagaimana kata Dr. Yulinda, “Yang kita butuhkan adalah pemimpin yang bukan hanya pintar bicara, tapi juga paham sejarah, menghargai rakyat, dan berani ambil keputusan dengan data, bukan emosi.”
Rekomendasi untuk Pemerintah Selanjutnya
- Transparansi Anggaran: Publik berhak tahu ke mana dananya mengalir.
- Partisipasi Publik: Libatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan.
- Keadilan Sosial: Pembangunan IKN harus berdampak ke seluruh pelosok negeri.
Mari kita terus kawal isu ini, bukan hanya karena besarnya proyek IKN, tapi karena masa depan Indonesia sedang dipertaruhkan di sana.




Leave a Reply